BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Masa balita merupakan salah satu periode
penting dalam tumbuh kembang anak, terutama pada usia 1-3 tahun,
karena pada masa ini otak anak
akan lebih cepat menyerap segala sesuatu yang diterima dari rangsangan luar
(Mahmud, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan Montessorri, mengatakan bahwa
pertumbuhan dan perkembangan sel jaringan otak pada usia 3 tahun pertama sudah
mencapai 80%. Pertumbuhan volume otak terjadi hanya
saat fase 1-3 tahun dan perkembangannya bersifat permanen. Sedangkan 20% sisanya akan terjadi pada
usia berikutnya dan bersifat meneruskan perkembangan yang telah terbentuk
ketika usia 1-3 tahun. Oleh karena itu baik buruknya sikap anak, tinggi
rendahnya kecerdasan anak, aktif pasifnya kegiatan motorik anak, akan dibentuk
dan ditentukan ketika usia 1-3 tahun (Anwar, 2003). Artinya, bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan/stimulasi
yang maksimal, maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal (Suyadi,
2009).
Penggunaan alat
bantu dalam kegiatan bermain pada usia 1-3 tahun dapat menjadi stimulus
yang sangat diperlukan untuk merangsang
perkembangan kognitif, motorik, kecerdasan, bahasa, dan adaptasi sosial
(Suherman, 2010). Berbagai data dan penelitian menyatakan bahwa bermain dengan menggunakan alat bantu 70% lebih
efektif dibandingkan dengan tidak menggunakan alat bantu untuk perkembangan
otak anak di 3 tahun pertama usianya (Bermain Stimulus, 2010). Alat
permainan mempunyai peranan penting sebagai stimulus dalam mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Hasil penelitian Hurlock (1999) dalam Suyadi (2009),
mengatakan bahwa alat permainan yang diberikan saat bermain dapat merangsang
perkembangan yang utuh baik secara kognitif, motorik, intelektual, sosial,
moral, dan emosional. Pemilihan alat permainan mempunyai pengaruh yang cukup
besar terhadap tumbuh kembang anak (Ronald, 2010). Kenyataannya saat ini, permainan
yang menyebar di masyarakat lebih banyak didominasi permainan non-edukatif
sehingga tidak sedikit mainan yang diproduksi dari pabrik memiliki fungsi yang
kurang dalam menunjang tumbuh kembang anak. Alat permainan tersebut antara lain
kartu bergambar, manusia karet, Video
games, mainan elektronik dan mainan yang berbasis komputer
lainnya. Salah satu contoh permainan elektronik sepeti permainan berupa
pertarungan atau pertandingan/tinju, dengan gambar animasi pahlawan, hanya akan
menananamkan sifat-sifat kekerasan, sebab anak cenderung akan meniru apa yang
dilihat. Kemudian permainan kartu bergambar hanya akan menanamkan sifat judi
dalam diri anak (Suyadi, 2009).
Dalam memilih alat
permainan perlu diperhatikan unsur edukatif sehingga anak tidak hanya bermain
tetapi juga belajar (Musbikin, 2010).
Jika pemlilihan alat permainan yang diberikan tidak tepat, dapat
mengganggu tumbuh kembang anak antara lain gangguan perkembangan emosi, sosial,
motorik bahkan intelektualitasnya. Sebagai contoh, alat permainan video games hanya akan menumbuhkan sikap
individualis dan kurang kreatif karena terlalu sibuk dan asyik dengan dirinya
sendiri tanpa ada waktu untuk bersosialisasi dengan orang lain (Prakoso, 2009).
Hasil survei penelitian Keith Myer mengatakan bahwa sebesar 60%
perkembangan emosi dan sosial anak dipengaruhi dari apa yang digunakan saat
bermain (Soekresno, 2007). Kemudian gangguan pertumbuhan yang bisa terjadi,
anak akan kurang tertarik pada
kegiatan yang lebih membutuhkan aktivitas fisik dan koordinasi motorik kasar.
Hal ini dapat membuat anak kurang memiliki kesegaran jasmani yang baik yang dapat mempengaruhi postur tubuh. Misalnya menjadi
kegendutan, bungkuk, dan gerakan tidak gesit. Bila main terlalu lama dengan jarak penglihatan yang
terlalu dekat dengan layar monitor (video games), kemungkinan dapat menimbulkan kelelahan fisik
atau menganggu penglihatan (Mahmud, 2010).
Data Riset Internasional tahun 2006 ketika
dilakukannya Research Play and Physical Quotient atau Riset
Kemampuan fisik dan Bermain anak menunjukkan bahwa Indonesia menjadi urutan
terendah dibandingkan Thailand, Vietnam dan Jepang. Dalam hal ini juga
terungkap bahwa aktivitas yang paling sering dilakukan anak-anak adalah
menonton TV daripada bermain dengan menggunakan alat permainan yang bersifat
edukatif (Sriamin, 2006).
Uraian data di
atas kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan dan
sikap orang tua, terutama
ibu, yang mendukung tentang pentingnya pemilihan alat
permainan yang sesuai dengan usia dan perkembangan anak terutama pada usia 1-3
tahun ( Prasetyaningrum, 2009 ). Oleh karena
itu orang tua, terutama ibu, dalam memberikan kesempatan bermain perlu
mengklasifikasikan jenis dan bentuk permainan yang tepat sesuai dengan usia
anak. Artinya, dalam memilih permainan sebaiknya orang tua tidak asal memilih
tetapi harus memperhatikan unsur edukatif yang terdapat dalam permainan
tersebut. Jika pemilihan alat permainan tidak sesuai dengan tahap usia anak
maka anak akan mengalami kesulitan untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan
yang optimal (Prakoso, 2009).
Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu tempat bermain anak yang menggunakan alat
permainan. Anak- anak yang tercatat dalam kelompok bermain di PAUD Basoka,
salah satu PAUD yang ada di kota Palembang, berjumlah 54 orang dimana 30 orang
diantaranya adalah anak usia 1-3 tahun. Hasil wawancara singkat peneliti
terhadap 10 orang ibu yang berada di PAUD Basoka Sukarame Palembang,
menunjukkan bahwa 6 dari 10 ibu mengatakan, belum mengetahui alat permainan
yang tepat dengan usia anaknya. Berdasarkan data di atas, peneliti tertarik
untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemilihan alat
permainan untuk stimulasi tumbuh kembang anak usia 1-3 tahun di PAUD Basoka
Sukarame Palembang Tahun 2011.
1.1.1
Rumusan Masalah
Pertumbuhan dan
perkembangan anak di usia 1-3 tahun perlu dioptimalkan dengan stimulasi yang
tepat, salah satunya adalah dengan menggunakan alat permainan yang mampu
merangsang perkembangan intelektual, emosional, motorik, dan sosial.
Indonesia menjadi
urutan terendah dibandingkan dengan Thailand, Vietnam dan Jepang dalam riset kemampuan fisik dan bermain anak. Hasil wawancara singkat yang
dilakukan peneliti ditemukan sebanyak 60%
ibu belum mengetahui alat permainan yang tepat dengan usia tumbuh kembang
anak. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap orang tua terhadap
pemilihan alat permainan bagi anaknya adalah kurang sehingga rumusan masalah
yang didapat adalah belum diketahuinya hubungan pengetahuan dan sikap ibu
terhadap pemilihan alat permainan untuk stimulasi tumbuh kembang pada anak usia
1-3 tahun di PAUD Basoka Sukarame Palembang Tahun 2011.
1.1.2.
Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan penelitian antara lain :
1.1.2.1.
Bagaimana
Gambaran Pemilihan Alat Permainan untuk Stimulasi Tumbuh Kembang pada Anak Usia
1-3 Tahun di PAUD Basoka Sukarame
Palembang ?
1.1.2.2.
Bagaimana
Gambaran Pengetahuan Ibu terhadap Pemilihan Alat Permainan untuk Stimulasi
Tumbuh Kembang pada Anak Usia 1-3 Tahun di PAUD Basoka Sukarame Palembang ?
1.1.2.3.
Bagaimana
Gambaran Sikap Ibu terhadap Pemilihan Alat Permainan untuk Stimulasi Tumbuh
Kembang pada Anak Usia 1-3 Tahun di PAUD Basoka
Sukarame Palembang ?
1.1.2.4.
Adakah Hubungan Pengetahuan Ibu terhadap
Pemilihan Alat Permainan untuk Stimulasi Tumbuh Kembang pada Anak Usia 1-3
Tahun di PAUD Basoka Sukarame Palembang
?
1.1.2.5.
Adakah
Hubungan Sikap Ibu terhadap Pemilihan Alat Permainan untuk Stimulasi Tumbuh
Kembang pada Anak Usia 1-3 Tahun di PAUD Basoka
Sukarame Palembang ?
1.2
Tujuan Penelitian
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Pemilihan Alat Permainan untuk
Stimulasi Tumbuh Kembang pada Anak Usia 1-3 Tahun di PAUD Basoka Sukarame
Palembang Tahun 2011.
1.2.2.
Tujuan Khusus
1.2.2.1. Mengetahui Pemilihan Alat Permainan untuk
Stimulasi Tumbuh Kembang pada Anak usia 1-3 Tahun di PAUD Basoka Sukarame
Palembang Tahun 2011.
1.2.2.2. Mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu terhadap Pemilihan Alat Permainan untuk
Stimulasi Tumbuh Kembang pada Anak Usia 1-3 Tahun di PAUD Basoka Sukarame
Palembang Tahun 2011.
1.2.2.3. Mengetahui Gambaran Sikap ibu terhadap
Pemilihan Alat Permainan untuk Stimulasi Tumbuh Kembang pada Anak Usia 1-3
Tahun di PAUD Basoka Sukarame Palembang Tahun 2011.
1.2.2.4. Mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu
terhadap Pemilihan Alat Permainan untuk Stimulasi Tumbuh Kembang pada Anak Usia
1-3 Tahun di PAUD Basoka Sukarame Palembang Tahun 2011.
1.2.2.5. Mengetahui Hubungan Sikap Ibu terhadap
Pemilihan Alat Permainan untuk Stimulasi Tumbuh Kembang pada Anak Usia 1-3
Tahun di PAUD Basoka Sukarame Palembang Tahun 2011.
1.3.
Manfaat Penelitian
Semua hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat sebagai
berikut :
1.3.1.
Bagi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Basoka Sukabangun Palembang
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi bagi para pendidik dalam
memilih alat permainan yang tepat untuk stimulasi tumbuh kembang pada anak usia
1-3 tahun. Sebagai pihak pendidik diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas
mutu pendidikan. Dalam aplikasinya, diharapkan pendidik dapat mengedukasi orang
tua dalam memilih alat permainan yang
tepat bagi anaknya.
1.3.2.
Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan dapat menambah wawasan bagi
profesi keperawatan dalam menstimulasi tumbuh kembang
anak dengan memilih alat permainan yang tepat dan dalam penerapannya dapat
dilakukan pada anak sakit sebagai terapi terapeutik di rumah sakit.
1.3.3.
Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai pentingnya memilih alat permainan
sebagai stimulasi tumbuh kembang anak khususnya pada usia 1-3 tahun. Menambah pengalaman dalam menerapkan ilmu yang
telah didapat di bangku kuliah untuk menunjang kesehatan anak dalam tumbuh
kembangnya.
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang
lingkup penelitian ini adalah Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Pemilihan Alat Permainan untuk
Stimulasi Tumbuh Kembang Anak Usia 1-3 Tahun di PAUD Basoka Sukarame Palembang
Tahun 2011.
Subjek penelitian ini adalah semua Ibu yang mempunyai anak usia 1-3 Tahun yang anaknya tercatat dalam kelompok bermain di PAUD Basoka
Sukarame Palembang. Variabel Dependen adalah
pemilihan alat permainan untuk stimulasi anak usia 1-3 tahun dan
variabel independen adalah pengetahuan dan sikap ibu. Pengumpulan data
dilakukan dengan instrumen pengumpulan data kuesioner. Penelitian dilakukan di PAUD Basoka Sukarame Palembang pada bulan Maret – Juni 2011.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Bermain dan Alat Permainan
2.1.1.
Pengertian Bermain
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh
kesenangan/kepuasan. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional,
dan sosial (Wong, 2000). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bermain juga dapat
didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan hati dengan menggunakan
alat tertentu atau tidak.
Bermain juga dapat digunakan sebagai
media untuk belajar karena dengan bermain anak akan belajar untuk
berkomunikasi, menyesuaikan diri, melakukan hal yang dapat dilakukan, mengenal
waktu, jarak, dan suara (Supartini, 2004).
2.1.2.
Fungsi Bermain
Maksud dan
tujuan bermain adalah agar dapat diketahui perkembangan anak lebih lanjut,
mengingat anak mempunyai berbagai masa dalam tumbuh kembang seperi masa kritis,
optimal dan sensitif. Adapun fungsi bermain menurut Hidayat (2007), antara
lain:
A. Membantu Perkembangan Sensorik dan Motorik
Fungsi ini dapat dilakukan
dengan rangsangan sensorik dan motorik. Melalui rangsangan ini, anak dapat
mengeksplorasikan alam sekitarnya. Sebagai contoh, bayi dapat dilakukan dengan
rangsangan taktil, audio, dan visual sehingga perkembangan sensorik dan
motoriknya meningkat. Sejak lahir anak yang telah dikenalkan atau dirangsang
visualnya, dikemudian hari kemampuan visualnya akan lebih menonjol, seperti
cepat mengenal seseuatu yang baru dilihatnya. Demikian juga dengan pendengaran,
apabila sejak bayi dikenalkan dengan suara-suara maka daya pendengaranya
dikemudian hari akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan yang tidak ada
stimulasi sejak dini. Kemudian kemampuan motorik apabila sejak bayi kemampuan
motorik sudah dilakukan rangsangan, kemampuan motoriknya akan lebih cepat
berkembang, seperti kemampuan menggenggam, menarik benda. Jadi rangsangan atau
stimulasi yang dimaksud tersebut adalah melalui suatu permainan dan alat
permainan yang digunakan.
B. Membantu Perkembangan Kognitif (berpikir)
Perkembangan kognitif dapat
dirangsang melalui permainan baik yang mengunakan alat atau tidak. Hal ini
dapat terlihat pada saat anak bermain. Anak akan mencoba melakukan komunikasi
dengan bahasa anak, mampu memahami objek permainan, seperti dunia tempat
tinggal, mampu belajar warna, memahami bentuk ukuran dan berbagai manfaat benda
yang digunakan dalam permainan sehingga fungsi dari bermain pada model ini akan
meningkatkan perkembangan kognitif selanjutnya.
C. Meningkatkan Sosialisasi Anak
Proses sosialisasi ini dapat
terjadi melalui permainan. Sebagai contoh pada usia bayi, anak akan merasakan
kesenangan terhadap kehadiran orang lain dan merasakan ada teman yang memiliki
dunia yang sama. Pada usia todler, anak sudah mampu bermain dengan sesamanya.
Kegiatan ini sudah mulai proses sosialisasi satu dengan yang lain. Kemudian
bermain peran, seperti bermain berpura-pura menjadi seorang guru, jadi seorang
anak, jadi seorang bapak, dan lain-lain. Pada usia prasekolah, anak sudah mulai
menyadari akan keberadaan teman sebaya sehingga harapan anak mampu melakukan
sosialisasi dengan teman dan orang lain.
D. Meningkatkan Kreativitas
Anak mulai belajar menciptakan
sesuatu dari permainan yang ada dan mampu memodifikasi objek yang digunakan
dalam permainan sehingga anak akan lebih kreatif melalui model permainan ini,
seperti bermain bongkar pasang mobil-mobilan.
E. Meningkatkan Kesadaran Diri
Dengan bermain dapat
memberikan kemampuan pada anak untuk eksplorasi tubuh dan merasakan dirinya
sadar dengan orang lain yang merupakan bagian dari individu yang saling
berhubungan. Anak mau belajar mengatur perilaku dan membandingkan dengan
perilaku orang lain.
F. Mempunyai Nilai Terapeutik
Bermain dapat menjadikan diri
anak lebih senang dan nyaman sehingga stress dan ketegangan dapat dihindarkan.
Bermain dapat menghibur diri anak terhadap dunianya.
G. Mempunyai Nilai Moral pada Anak
Dengan bermain, anak mulai
mampu belajar benar dan salah dari budaya di rumah, di sekolah, atau ketika
berinteraksi dengan temannya. Fungsi demikian dapat melalui permainan yang
memiliki aturan-auran yang harus dilakukan dan tidak boleh di langgar
2.1.3.
Klasifikasi Bermain
Ada beberapa
jenis permainan, ditinjau dari isi permainan dan karakter sosial (Supartini,
2004) antara lain :
A. Berdasarkan isi permainan
1. Bermain Afektif Sosial
Bermain ini akan menunjukkan
adanya perasaan senang dalam berhubungan dengan orang lain, seperti ketika anda
memeluk anak sambil berbicara, bersenandung, kemudian anak memberikan respon
seperti tersenyum, tertawa gembira, dan lain-lain. Sifat dari bermain ini
adalah orang lain yang berperan aktif sedangkan anak hanya berespon terhadap
stimulasi sehingga akan memberikan kesenangan dan kepuasan bagi anak.
2. Bermain Bersenang-senang
Tipe bermain ini hanya
memberikan kesenangan pada anak melalui objek yang ada sehingga anak merasa
senang dan bergembira tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat bermain ini adalah tergantung
dari stimulasi yang diberikan pada anak. Seperti bermain boneka-bonekaan,
binatang-binatangan dan lain-lain.
3. Bermain Keterampilan
Bermain ini menggunakan objek
yang dapat melatih kemampuan keterampilan anak. Diharapkan anak mampu untuk
berkreatif dan terampil dalam segala hal. Sifat permainan ini adalah aktif
dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu, seperti
bermain dalam bongkar pasang gambar. Disini anak akan selalu dipacu untuk
selalu tampil dalam meletakkan gambar yang telah dibongkar, kemudian bermain
latihan memakai baju dan lain-lain.
4.
Bermain
Dramatik
Sesuai dengan sebutannya, pada
permainan ini anak akan memainkan peran sebagai orang lain melalui
permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa, misalnya
ibu guru, ibunya, ayahnya dan lainnya. Apabila anak bermain dengan temannya,
maka akan terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka
tiru. Permainan dramatik ini dapat dilakukan apabila anak sudah mampu
berkomunikasi dan mengenal kehidupan sosial.
B. Berdasarkan Karakter Sosial
1. Bermain Menyelidiki
Bermain ini memberikan
sentuhan pada anak untuk berperan dalam menyelidiki
sesuatu atau memeriksa dari alat permainan, seperti mengocok atau mengetahui
isinya. Permainan ini bersifat aktif dan dapat digunakan untuk mengembangkan
kemampuan kecerdasan pada anak.
2. Bermain Konstruksi
Bermain ini bertujuan untuk
menyusun suatu objek permainan agar menjadi sebuah konstruksi yang benar,
seperti permainan menyusun balok. Sifat dari permainan ini adalah aktif dimana
anak selalu ingin menyelesaikan tugas-tugas yang ada dalam permainan dan dapat
membangun kecerdasan pada anak.
3. Bermain Onlooker
Permainan ini adalah suatu
permainan dengan cara melihat apa yang dilakukan oleh anak lain yang sedang
bermain tetapi ia tidak berusaha untuk ikut bermain. Sifat dari permainan ini
adalah pasif, akan tetapi anak akan mempunyai kesenangan atau kepuasan
tersendiri dengan melihatnya.
4. Bermain Soliter/Mandiri
Bermain yang dilakukan secara
sendiri hanya terpusat pada permainannya sendiri tanpa memperdulikan orang
lain. Sifatnya adalah aktif, tetapi bentuk stimulasi tambahan kurang karena
dilakukan sendiri. Dalam perkembangan mental, dapat membantu menciptakan
kemandirian pada anak.
5. Bermain Paralel
Bermain secara sendiri tetapi
di tengah-tengah anak lain yang sedang bermain, tetapi tidak ikut dalam
kegiatan orang lain. Sifat dari permainan ini adalah anak aktif secara sendiri
tetapi masih dalam satu kelompok. Dengan harapan, kemampuan anak dalam
menyelesaikan tugas mandiri dalam kelompok tersebut terlatih dengan baik.
6. Bermain Asosiatif
Bermain secara bersama dengan
tidak mengikat sebuah aturan yang ada. Semuanya bermain, tanpa memperdulikan
teman yang lain dalam sebuah aturan. Bermain ini akan menumbuhkan kreativitas
anak karena ada stimulasi dari anak lain, tetapi belum dilatih dalam mengikuti
aturan dalam kelompok.
7. Bermain Kooperatif
Bermain dengan cara bersama
dengan adanya aturan yang jelas, adanya perasaan dalam kebersamaan sehingga
terbentuk hubungan pemimpin dan pengikut. Sifat permainan ini adalah aktif.
Anak akan selalu menumbuhkan kreativitasnya dan melatih anak pada peraturan
kelompok sehingga anak dituntut mengikuti peraturan.
2.1.4. Faktor
yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
Supartini
(2004), membagi faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain menjadi lima
bagian, antara lain :
A. Tahap Perkembangan Anak
Aktivitas bermain yang tepat
dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan
anak usia sekolah. Demikian juga sebaliknya karena permainan merupakan alat
stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu orang tua harus
mampu mengetahui dan memberikan alat dan jenis permainan yang tepat untuk
setiap tahapan tumbuh kembang anak.
B. Status Kesehatan Anak
Untuk melakukan aktivitas
bermain diperlukan energi. Hal ini bukan berarti anak tidak perlu bermain saat
sedang sakit. Kebutuhan akan bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan
bekerja pada orang dewasa. Pada saat kondisi anak anak sedang menurun atau
sakit, orang tua harus jeli dalam memilihkan permainan dan alat yang tepat
untuk digunakan dalam bermain yang dalam hal ini bukan asal alat bermain tetapi
harus yang mempunyai nilai edukatif.
C. Jenis Kelamin Anak
Dalam melaksanakan aktivitas
bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Semua alat permainan
dapat digunakan oleh anak laki-laki maupun perempuan untuk mengembangkan daya
pikir, imajinasi, kreativitas, dan kemampuan sosial anak.
D. Lingkungan yang Mendukung
Fasilitas bermain tidak selalu
harus dibeli di toko atau mainan jadi
dengan harga yang mahal, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus
imajinasi dan kreativitas anak. Bahkan seringkali mainan tradisional yang
dibuat sendiri lebih dapat merangsang kreatif anak. Keyakinan keluarga tentang
moral dan budaya juga mempengaruhi bagaimana anak dididik melalui permainan.
Sementara lingkungan fisik sekitar rumah lebih banyak mempengaruhi ruang gerak
anak untuk melakukan aktivitas fisik dan motorik.
E. Alat dan Jenis Permainan yang Cocok
Orang tua harus bijaksana
dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih yang sesuai dengan tahapan
tumbuh kembang anak. Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih
dahulu sebelum membelinya, apakah mainan tersebut sesuai dengan tahap tumbuh
kembang anak. Alat permainan yang harus didorong, ditarik, dan dimanipulasi,
akan mengajarkan anak untuk dapat mengembangkan koordinasi alat gerak.
2.1.6.
Alat Permainan
Alat
permainan adalah suatu alat yang digunakan untuk bermain anak (Suyadi, 2009).
Alat permainan merupakan salah satu alat untuk menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak (Soetjiningsih, 2006). Dalam memilih alat permainan untuk
anak dibutuhkan ketelitian yang harus disesuaikan dengan usia tumbuh kembang
sehingga pertumbuhan dan perkembangan pada anak menjadi optimal (Ismail, 2009).
Anak memerlukan alat permainan yang bervariasi agar tidak cepat bosan. Alat
permainan tidak harus didapat dengan cara membeli tetapi bisa dengan cara
membuat sendiri (Musbikin, 2010).
2.2. Konsep Pengetahuan dan Sikap
2.2.1.
Konsep Pengetahuan
2.2.1.1.
Pengetahuan Secara Umum
Pengetahunan
adalah hasil dari penginderaan manusia terhadap objek yang dimilikinya.
Pengetahuan dapat diukur atai diobbservasi melalui apa yang diketahui tentang
objek misalnya pengetahuan tentang pengobatan penyakit kusta. Pengetahuan
merupakn hasil dari tahu dan ini tejadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan sebagai domain penting dalam
membentuk tindakan seseorang. (Notoatmodjo, 2010)
Tingkatan
pengetahuan di dalam domain Kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2010)
:
A. Tahu (Know)
Tahu
diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima.
B.
Memahami
(Komprehension)
Memahami
diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
C. Aplikasi (Application)
Aplikasi
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi dan kondisi sebenarnya.
D. Analisis (Analysis)
Analisis merupakan suatu
kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen.
Komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada
keterkaitan satu sama yang lainya.
E. Sintesis ( Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu
kemampuan untuk meletakkan atau untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
F. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Hasil ukur
dalam menilai pengetahuan seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan skala
ukur ordinal.
2.2.1.2.
Pengetahuan Ibu dalam Pemilihan Alat Permainan
A. Fungsi Alat Permainan
Menurut Surjadi (2005), fungsi dari alat permainan antara lain:
1. Sebagai alat untuk merangsang kreativitas
anak
2. Sebagai tempat untuk menyalurkan emosi
anak
3. Sebagai terapi dalam meningkatkan
kesehatan anak
4. Sebagai alat bantu untuk mempercepat
pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal
5. Sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan
berkomunikasi, berpikir, imajinasi, moralitas, dan sosialisasi.
B. Alat Permainan Edukatif (APE)
Alat
permainan edukatif (APE) adalah suatu alat permainan yang dapat mengembangkan
dan mengoptimalkan aspek tertentu (kemampuan fisik, bahasa, kognitif, dan
adaptasi sosialnya) secara optimal ketika anak bermain. (Suyadi, 2009)
Dikatakan
APE, karena alat permainan ini harus aman, ukurannya sesuai dengan usia anak,
modelnya jelas, menarik, sederhana, dan tidak mudah rusak. Dalam penggunaan
alat permainan edukatif ini banyak dijumpai pada masyarakat terutama ibu,
kurang memahami jenis permainan karena banyak orang tua membeli alat permainan
tanpa memperdulikan jenis kegunaan yang mampu mengembangkan aspek tersebut,
terkadang harganya mahal tetapi tidak
sesuai dengan usia anak. (Hidayat, 2005)
Ketika anak
sedang bermain, sesungguhnya mereka sedang belajar. Dalam hal inilah pentingnya
orang tua memilih dan menentukan alat permainan yang tepat dengan perkembangan
anak. Pemilihan permainan yang sesuai dengan perkembangan anak ini perlu dilakukan agar pesan edukatif
dalam setiap permainan dapat ditangkap anak dengan mudah dan menyenangkan
(Hidayat, 2007).
(Hidayat, 2007).
C. Syarat-Syarat Alat Permainan Edukatif
(APE)
Syarat-syarat suatu permainan
dikatakan APE, Menurut Hidayat (2009) :
1. Keamanan
Alat permainan anak untuk usia
di bawah 2 tahun hendaknya tidak terlalu kecil, catnya tidak beracun, tidak ada
bagian yang tajam, dan tidak mudah pecah karena pada usia ini kadang-kadang
suka memasukkan benda ke dalam mulut.
2. Ukuran dan Berat
Prinsipnya mainan tidak
membahayakan dan sesuai dengan usia anak. Apabila mainan terlalu besar atau
berat, anak sukar menjangkau atau memindahkannya. Sebaliknya jika terlalu kecil
mainan akan mudah tertelan.
3. Desain
APE sebaiknya mempunyai desain yang sederhana dalam ukuran, susunan, dan
warna serta jelas maksud dan tujuannya. Selain itu, APE hendaknya tidak terlalu
rumit untuk menghindari kebingungan anak.
4. Fungsi yang Jelas
APE sebaiknya mempunyai fungsi
yang jelas untuk menstimulasi perkembangan anak.
5. Variasi APE
APE sebaiknya dapat dimainkan
secara bervariasi (dapat dibongkar pasang). Namun tidak terlalu sulit agar anak
tidak frustasi dan tidak terlalu mudah karena anak akan cepat bosan.
6. Universal
APE harus dapat diterima dan
dikenali oleh semua budaya dan bangsa. Jadi, dalam menggunakannya, APE
mempunyai prinsip yang bisa dimengerti oleh semua orang.
7. Tidak mudah rusak, mudah di dapat, dan
terjangkau oleh masyarakat luas
Karena APE berfungsi sebagai
stimulus untuk perkembangan anak, maka setiap lapisan masyarakat baik dengan
tingkat ekonomi tinggi maupun rendah hendaknya dapat menyediakan.
Sedangkan menurut
Suyadi (2009), syarat-syarat permainan dikatakan APE adalah sebagai berikut :
1. Sesuai dengan Perkembangan Anak
Montessorri
(1936), pernah mengemukakan bahwa setiap anak pasti akan melewati masa peka
atau periode sensitif. Setiap masa peka tersebut anak-anak membutuhkan
permainan dengan alat yang berbeda-beda. Jika mainan tidak sesuai dengan masa
peka atau periode sensitif yang dilewatinya, maka permainan tersebut tidak akan
membawa dampak apa-apa bahkan akan
menjadi benci terhadap permainan tersebut. Montessorri menemukan
sembilan masa peka anak. Masing-masing masa peka itu memerlukan metode dan alat
permainan edukatif tersendiri. Kesembilan masa peka tersebut adalah sebagaimana
dikemukakan oleh Sudono (2009), sebagai berikut :
Tabel 2.1
Masa Peka Montessori
No.
|
Usia Anak
|
Masa Peka
|
1.
|
0 – 3 tahun
|
Masa penyerapan total : perkenalan dan pengalaman pancaindra sensorik
|
2.
|
1,5 – 3 tahun
|
Perkembangan bahasa
|
3.
|
1,5 – 4 tahun
|
Perkembangan koordinasi antara mata dan otot-ototnya, perhatian ke
benda-benda kecil
|
4.
|
2 – 4 tahun
|
Perkembangan dan penyempurnaan gerakan-gerakan, perhatian pada hal-hal
yang nyata
|
5.
|
2,5 – 6 tahun
|
Penyempurnaan penggunaan pancaindra
|
6.
|
3 – 6 tahun
|
Peka terhadap pengaruh orang dewasa
|
7.
|
3,5 – 4,5 tahun
|
Mulai mencoret-coret
|
8.
|
4 – 4,5 tahun
|
Indra peraba mulai berkembang
|
|
4,5 – 5,5 tahun
|
Mulai tumbuh minat baca
|
(Sumber :
Sudono, 2009)
2. Aman
Kriteria
kedua dalam memilih alat permainan yang mencerdaskan adalah sifat aman. Aman
dalam artian tidak membahayakn fisik maupun psikis anak. Bahan baku untuk
membuat alat permainan adalah faktor utama. Terlebih lagi, untuk anak usia 1-3 tahun,
maka pemilihan alat permainan harus lunak, tanpa sisi tajam, dan lembut.
3. Menyenangkan
Tidak semua
alat permainan yang menyenangkan dapat diberikan pada anak. Sebab, bisa jadi permainan tersebut justru merusak aspek
tertentu dalam diri anak. Oleh karena itu walaupun menyenangkan , permainan itu
juga harus mencerdaskan. Faktor yang menyenangkan dalam setiap permainan sangat
penting diperhatikan, karena jika permainan itu ternyata tidak disenangi anak
walaupun menurut ibu itu sangat baik, maka anak akan menujukkan sifat benci
pada permainan tersebut.
D. Fungsi Alat Permainan Edukatif (APE)
Ismail (2009), mengelompokkan beberapa fungsi dari
permainan edukatif sebagai berikut:
1. Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak
melalui proses pembelajaran bermain sambil belajar;
2. Merangsang pengembangan daya pikir, daya
cipta, bahasa, agar dapat menumbuhkan sikap, mental serta akhlak yang baik;
3. Menciptakan lingkungan bermain yang
menarik, memberikan rasa aman, dan menyenangkan;
4. Meningkatkan kualitas pembelajaran anak-anak.
Karena begitu pentingnya permainan edukatif, sudah
seharusnya orangtua di rumah, terutama ibu, dapat memilih dan menyediakan
alat-alat yang dapat mendukung perkembangan totalitas kepribadian anak, yang
menyangkut fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional. Dalam memilih dan
menentukan alat-alat permainan, orang tua harus bijak sebab, tidak semua alat
yang harganya mahal dan dicap modern bersifat mendidik; bisa jadi hanya akan
menanamkan mental instan dan konsumtif kepada anak (Anwar, 2003).
E. Jenis Alat Permainan Berdasarkan Kelompok
Usia 1-3 Tahun
Dalam
penggunaan alat permainan pada anak tidaklah selalu sama dalam setiap usia
tumbuh kembang melainkan berbeda. Jenis alat permainan yang sesuai dengan umur
(Hidayat, 2005) sebagai berikut :
1. Usia 1 tahun
Tujuan :
a. Melatih anak untuk dapat mengenal sumber
suara dalam perkembangan sensoriknya ( pada usia ini, anak belum tertarik untuk
mencari sumber suara, hanya akan mendengar dan melihat)
b. Melatih kemampuan motorik halus dengan
mainan yang dapat digoyang
c. Melatih perkembangan otak/kecerdasan
dengan mainan yang memiliki warna-warna
yang cerah dari kertas
d. Melatih koordinasi anggota gerak dengan
mainan yang digantung dari kertas
Alat permainan yang dianjurkan
:
a. Kerincingan, benda yang menimbulkan suara
b. Mainan yang dapat digoyang, boneka plastik
c. Mainan yang terbuat dari kertas dan
digantung (mobil-mobilan dari kertas atau bentuk yang lain)
d. Balon
e. Gambar hewan dan tumbuhan
2.
Usia 2 tahun
Tujuan :
a.
Mencari sumber suara/ mengikuti
sumber suara.
b.
Memperkenalkan sumber suara
c.
Melatih anak melakukan gerakan
mendorong atau menarik
d.
Melatih imajinasi
Alat permainan yang dianjurkan :
a.
Gendering, bola dengan
giring-giring didalamnya
b.
Alat permainan yang dapat
ditarik atau didorong
(mobil-mobilan)
c.
Alat permainan yang terdiri
dari alat rumah tangga (misalnya cangkir yang tidak mudah pecah, sendok
plastik, ember, Waskom, air, balok-balok besar, kardus, buku bergambar,
kertas-kertas untuk dicoret, krayon/pensil warna).
3.
Usia 3 tahun
Tujuan :
a.
Menyalurkan emosi/perasaan anak
b.
Mengembangkan keterampilan
berbahasa
c.
Melatih motorik halus dan kasar
d.
Mengembangkan kecerdasan
(memasangkan, menghitung,
mengenal, dan
membedakan warna)
Alat permainan yang dianjurkan :
a.
Lilin yang dapat dibentuk
b.
Alat-alat untuk menggambar
c.
Parsel (puzzle sederhana)
d.
Manik-manik ukuran besar
e.
Bola
Untuk
mengetahui alat permainan edukatif yang benar, ada beberapa contoh jenis
permainan yang dapat mngembangkan secara edukatif antara lain:
1. Pertumbuhan fisik atau motorik kasar
Permainan sepeda roda tiga
atau dua, mainan yang ditarik atau didorong dan lain sebagainya.
2. Mengembangkan kemampuan motorik halus
Gunting, pensil, bola, balok,
lilin, dan lain-lain sejenisnya
3. Mengembangkan kemampuan kognitif dan
kecerdasan anak
Buku gambar, puzzle, buku
cerita, boneka, pensil warna, dll
4. Mengembangkan kemampuan bahasa
Buku gambar, majalah, radio,
tape, dan televisi dll
5. Mengembangkan kemampuan menolong diri
sendiri
Gelas plastik, sendok, baju,
sepatu, kaos kaki
6. Mengembangkan tingkah laku sosial
Kotak, bola, dan tali
Alat permainan
dikatakan tepat jika mengandung unsur edukatif di dalamnya dan sesuai dengan
usia tumbuh kembangnya. Dikatakan tidak tepat jika alat yang diberikan tidak
sesuai dengan usia tumbuh kembang anak (Musbikin, 2010). Untuk lebih jelasnya,
berikut ini dapat dijadikan panduan dalam memilih alat permainan edukatif yang
mencerdaskan dan sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak (Suyadi, 2009).
Tabel 2.2.
Usia dan Alat
Bantu yang Tepat untuk Anak Usia 1-3 tahun
Usia
|
Perkembangan
|
Alat Bantu Permainan Edukatif
|
0 – 1 Tahun
|
Moral dan nilai-nilai agama
|
|
|
Sosial, emosional dan kemandirian
|
|
|
Bahasa
|
|
|
Intelegensi
|
|
|
Fisik dan Motorik
|
|
|
Seni
|
Lagu-lagu
anak
|
1 – 2 Tahun
|
Moral dan nilai-nilai agama
|
|
|
Sosial, emosional dan kemandirian
|
|
|
Bahasa
|
|
|
Intelegensi
|
|
|
Fisik dan motorik
|
|
|
Seni
|
|
2 – 3 Tahun
|
Moral, nilai-nialai agama
|
|
|
Sosial, emosional dan kemandirian
|
|
|
Bahasa
|
|
|
Intelegensi
|
|
(Sumber : Suyadi, 2009)
F. Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Pemilihan Alat Permainan
Ronald
(2006), membagi faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat permainan
menjadi lima bagian, antara lain:
1. Pengetahuan
Dalam memilih
alat permainan tidak terlepas kaitannya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh
orang tua, terutama ibu, yang menjadi orang terdekat dan pendidik pertama di
dalam lingkungan keluarga. Hal ini menjadi penting karena idealnya, jika
pengetahuan terhadap alat permainan baik maka dalam memilih tidak akan
sembarangan melainkan akan lebih selektif, baik dilihat dari segi keamanan
benda/alat bermain, bentuk yang dapat merangsang perkembangan, warna, dan
manfaatnya. Begitu juga sebaliknya jika pengetahuan terhadap alat permainan
kurang maka dalam pemilihannya pun tidak terlalu selektif sehingga pertumbuhan
dan perkembangan anak menjadi tidak optimal.
2. Sikap
Sikap
memiliki bentuk atau reaksi tertutup dalam diri seseorang. Sikap juga
mempengaruhi dalam pemilihan alat permainan. Seseorang yang memiliki
pengetahuan yang baik terhadap alat permainan belum tentu akan mencerminkan
sikap yang baik pula. Oleh karena itu dalam melakukan pemilihan alat permainan
dibutuhkan keseimbangan antara pengetahuan yang dimiliki dengan sikap.
3. Lingkungan (Tempat Bermain)
Lingkungan tempat bermain anak
mempengaruhi pemilihan dalam
alat permainan. Lingkungan bisa dilihat dari luasnya lingkungan
tempat anak bermain. Jika tempat bermainnya luas, maka anak akan merasa leluasa
untuk melakukan permainan yang ia inginkan akan tetapi jika tempat bermainnya
sempit, maka anak merasa tidak leluasa melakukan permainan yang ia inginkan. Sebagai contoh anak yang diberi mainan
bola jika dilakukan ditempat tertutup dan sangat sempit, maka anak tidak akan
mau bermain tetapi jika diajak ditempat yang terbuka seperti lapangan, anak
akan lebih termotivasi untuk bermain dengan bola tersebut.
4. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi keluarga anak juga mempengaruhi dalam menentukan alat permainan anak. Jika anak tersebut dari keluarga yang kaya, maka
permainan yang ia lakukan memiliki alat permainan yang modern dengan harga yang
mahal akan tetapi cenderung bersifat individualis mengakibatkan anak bersifat
egois dan lingkungan bermainnya pun terbatas hanya pada lingkungannya sendiri.
Sedangkan, jika anak tersebut berasal dari keluarga yang mampu maupun miskin,
maka permainan yang ia lakukan memiliki alat permainan yang sederhana dan
tradisional dengan harga yang terjangkau bahkan tidak dibeli dan dapat dibuat
sendiri dari barang bekas dan dari alam. Dan sesama anak dari kelurga yang
mampu maupun miskin cenderung bersifat sosial dan jiwa berbagi tertanam pada diri anak.
5. Peran Orang Tua
Orang tua
merupakan faktor penting dalam menentukan alat permainan yang tepat bagi anak.
Sebaiknya orang tua ikut bermain bersama anak walau terkadang anak menginginkan
untuk bermain sendiri. Ketika anak membutuhkan kehadiran orang lain maka orang
tua perlu hadir untuk membantu sehingga fungsi dari alat permainan tercapai dan
dapat ditangkap dengan maksimal oleh anak.
2.2.2. Konsep Sikap
2.2.2.1. Sikap Secara Umum
Sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek dan
menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. (Notoatmodjo,
2005)
Menurut Newcomb dalam Notoadmodjo
(2010). Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk merupakan suatu tindakan atau
aktifitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku
yang terbuka.
Rekawati (2002 menyatakan bahwa
pengetahuan merupakan
dasar seseorang untuk bersikap. Dalam
proses pembentukan sikap, tidak selalu harus menghasilkan respon yang positif
karena hal itu tergantung dari bagaimana seseorang tersebut menerima dan
menyadari akan informasi yang didapat secara positif atau negatif (Azwar,
2005).
Sikap memiliki beberapa
tingkatan antara lain:
A.
Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)
B.
Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap.
C.
Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga.
D.
Bertanggung Jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi
(Notoadmodjo, 2010).
Hasil dari pengukuran sikap dapat
dilakukan dengan menggunakan skala ukur ordinal. Skor yang sering ditulis untuk mempermudah
dan menganalisis data pada variabel pengelompokan sikap yaitu sikap positif dan
negatif (Arikunto, 2006).
2.2.2.2.
Sikap Ibu dalam Pemilihan Alat Permainan (Adelar, 2010)
A. Dapat menyesuaikan alat permainan dengan
usia anak. Misalnya, balita perlu mengenal warna,
melatih koordinasi motorik halus, belajar duduk diam untuk waktu cukup lama,
keseimbangan gerakan motorik kasar baik, mengembangkan kosakata. Sedangkan
batita umumnya lebih membutuhkan perangsangan sensoris dan mengembangkan
koordinasi motorik kasar, sehingga jenis permainan pun harus disesuaikan.
B. Lebih selektif dalam memilah dan memilih
alat permainan bagi anak yang sesuai dengan masa tumbuh kembangnya.
C. Dapat membedakan alat-alat permainan yang
sesuai dengan usia anak, khususnya usia 1-3 tahun.
D. Dapat mengetahui dampak dari setiap alat
permainan yang diberikan pada anak. Apakah bermanfaat
untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya, ketajaman persepsi visual,
ketrampilan motorik halus atau kasar, merangsang imaginasi, mengembangkan daya
kreasi, melatih ekspresi emosi, membantu konsentrasi dan melatih daya ingat atau hanya bersikap menghibur anak.
E. Tidak memaksa anak untuk bermain dengan
pilihan alat permainan yang dipilihkan oleh orangtua, terutama ibu. Karena hal
tersebut dapat membuat anak menjadi frustasi dan stress sehingga perkembangan
emosionalnya terganggu.
F. Memberikan alat permainan yang bersifat
edukatif dan mengetahui fungsinya.
G. Memperhatikan alat permainan yang
diberikan dilihat dari segi keamanan, bentuk, warna dan lain-lain.
H. Alat permainan yang edukatif tidak harus
didapat dengan cara membeli hingga pada tarif yang sangat mahal tetapi bisa
dengan buatan tangan sendi.
2.2.3. Stimulasi Tumbuh Kembang
Anak Usia 1-3 Tahun
Stimulasi adalah rangsangan yang
datangnya dari lingkungan di luar individu anak (Soetjiningsih, 1996 dalam
Mahmud, 2010). Stimulasi dini adalah rangsangan yang datang dari lingkungan
luar anak antara lain berupa latihan atau bermain (Narendra, 2002).
Stimulasi
merupakan cikal bakal proses pembelajaran anak. Pemberian stimulasi sebaiknya
diberikan lebih awal tiap masa tumbuh kembangnya. Pada
tiga tahun pertama kehidupan, otak adalah organ yang sangat berat tumbuh
kembangnya. Periode ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan stimulasi (Surjadi,
2005). Stimulasi merupakan bagian dari kebutuhan dasar anak yaitu asah.
Memberikan stimulasi dapat dilakukan dengan latihan dan bermain dengan
menggunakan alat permainan yang tepat dengan tahap usia anak. Anak yang
mendapat stimulus yang terarah akan cepat berkembang dibanding anak yang kurang
mendapat stimulus. Stimulus yang diberikan mencakup 4 bidang yaitu kemampuan
bergaul dan mandiri (BM), kemampuan berbicara, bahasa, kecerdasan (BBK),
kemampuan gerak kasar (GK) dan kemampuan gerak halus (GH). (Soekresno, 2007)
Berikut ini stimulus yang diperlukan
bagi perkembangan anak menurut
Suherman (2000) :
A. Umur 12 – 18 bulan
Melatih anak naik turun tangga (GK), bermain melempar
dan menangkap bola besar kemudian bola kecil (GH), melatih anak untuk menunjuk
dan menyebutkan nama-nama bagian tubuh (BBK), beri kesempatan anak untuk
melepas pakaian sendiri (BM).
B. Umur 18 – 24 bulan
Melatih anak berdiri dengan satu kaki (GK), mengajari
menggambar bulatan, garis, segitiga dan gambar wajah (GH), melatih anak
mengikuti perintah sederhana (BBK) melatih anak mau ditinggal untuk sementara
waktu (BM).
C. Umur 2 – 3 tahun
Melatih anak melompat dengan satu kaki (GK), mengajak
anak bermain menyusun balok (GH), melatih mengenal bentuk warna (BBK), melatih
mencuci tangan, kaki, serta mengeringkannya sendiri (BM).
Pemberian stimulasi baik dilakukan
sedini mungkin. Karena semakin dini dan semakin lama stimulasi yang diberikan
maka akan semakin besar dan lama manfaat yang diterima anak untuk
perkembangannya. Stimulasi juga dapat menunjang perkembangan mental psikososial
(agama, etika, moral, kepribadian, kecerdasan, kreativitas, keterampilan, dan
sebagainya). Dewi (2010) menjelaskan manfaat stimulasi dapat dilihat dari
perkembangan setiap bagian otaknya antara lain :
A.
Memberikan rangsangan pada otak
kiri dapat mengasah kemampuan yang sifatnya konvergen (menyempit dan menajam)
sebagai berikut :
1.
Berbicara
2.
Tata bahasa
3.
Baca-tulis-hitung
4.
Daya ingat
5.
Bersifat logis, analitis, dan
rasional
6.
Kecerdasan pendidikan formal
B.
Memberikan rangsangan pada otak
kanan dapat mengasah kemampuan yang bersifat divergen (melebar dan meluas)
seperti sebagai berikut:
1.
Berperasaan, gaya bahasa
2.
Sifat waspada, daya konsentrasi
3.
Pengenalan diri dan lingkunga
4.
Senang musik
5.
Sosialisasi
6.
Sifat berkhayal, kesenian, dan
agama
7.
Kreatif dan produktif
C.
Kecerdasan multipel (majemuk) :
kerjasama otak kanan dan kiri
1.
Verbal linguistic : merangkai
kalimat dan bercerita
2.
Logika- matematika : pemecahan
masalah
3.
Visual spasial : berpikir 3
dimensi dan stereometris
4.
Jasmani-kinestetik : gerak,
tari, dan olahraga
5.
Musik : bunyi, nada, irama,
lagu dan musik
6.
Intrapersonal : memahami dan
mengontrol diri sendiri
7.
Interpersonal : memahami dan
menyesuaikan dengan orang lain
8.
Naturalis : menikmati dan
mmanfaatkan lingkungan
9.
Spiritualis : moral, rohani,
dan ketuhanan
2.2.4. Kesalahan – Kesalahan Didalam
Memilih Alat Permainan
Tujuh kesalahan yang sering
dibuat dalam memilih alat permainan (Soetjinigsih, 2006) antara lain:
1. Orang tua memberikan sekaligus banyak
macam alat permainan. Padahal pada umumnya anak-anak suka mengulang-ulang alat permainan
yang sama.
2. Banyak orang tua membeli alat permainan
dengan alasan lebih menraik dan indah tetapi tidak berpikir apa yang akan
dilakukan anak terhadap alat permainan tersebut.
3. Banyak orang tua membayar terlalu mahal
utuk alat permainan, tanpa menyadari bahwa alat permainan yang dibuat sendiri
dapat lebih bermanfaat dan hemat.
4. Alat permainan yang terlalu lengkap/banyak
sehingga sedikit peluang bagi anak akan melakukan eksplorasi dan konstruksi
terhadap alat permainan.
5. Alat permainan yang tidak sesuai dengan
umur anak, anak terlalu tua atau terlalu muda terhadap alat permainan tersebut
sehingga maksud dan tujuan dari alat permainan tidak tercapai.
6. Memberikan terlalu banyak alat permainan
dengan tipe yang sama
7. Banyak orang tua yang tidak meneliti
keamanan dari alat permainan yang dibelikan untuk anak.
2.2.5. Kerangka Teori Menurut Lawrance Green
Pada teori
Lawrance Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), beliau menjelaskan bahwa
perilaku manusia dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu:
A. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan, sistem nilai yang dianut
masyarakat, pendidikan, dan sebagainya. faktor ini terutama yang positif
mempemudah terjadinya perilaku, dan status sosial ekonomi, maka sering disebut
faktor pemudah.
B. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat, seperti fasilitas adanya puskesmas, posyandu,
poliklinik, dan lain sebagainya.
C. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)
Faktor-faktor ini mliputi
tokoh masyarakat, tokoh agama, dan petugas kesehatan. Termasuk undang-undang
dan peraturan pemerintah baik dari pusat maupun daerah yang terkait dengan
kesehatan.
2.3.
Kerangka Teori
Berdasarkan teori
dari Lawrance Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), maka kerangka teori yang
dapat dibuat secara skematis adalah :
Skema 2.1.
Kerangka Teori
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL,
dan HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori
Lawrance Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), maka kerangka
konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen (Pemilihan alat
permainan anak usia 1-3 tahun) dan variabel independen (Pengetahuan dan sikap
ibu) secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :
Skema 3.1.
Kerangka Konsep Penelitian
|
|
|
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1.
Definisi Operasional Penelitian
No
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Cara Ukur
|
Alat Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala Ukur
|
1.
2.
3.
|
Pemilihan Alat
permainan anak usia 1-3 tahun
Pengetahuan Ibu
tentang alat permainan anak usia 1-3 tahun
Sikap ibu Tentang alat permainan untuk anak usia 1-3 tahun
|
Suatu cara
untuk penentuan
alat bermain yang tepat untuk merangsang fungsi setiap
perkembangan anak usia 1-3 tahun
Segala sesuatu yang diketahui ibu tentang alat permainan yang sesuai
dengan anak usia 1-3 tahun
Tanggapan atau respon ibu tentang alat
permainan yang sesuai dengan anak usia 1-3 tahun
|
Angket
Angket
Check List
|
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
|
1 = Tepat, jika skor jawaban responden ≥ median (3,0)
2 = Tidak Tepat, jika skor jawaban responden < median (3,0)
1 = Baik, jika jawaban responden
benar mencapai ≥ median (12,0)
2 = Kurang jika jawaban responden benar mencapai < median (12,0)
1 = Positif,
jika skor jawaban responden ≥ median (45,5)
2 = Negatif,
jika skor jawaban responden < median (45,5)
|
Ordinal
Ordinal
Ordinal
|
3.3. Hipotesis
3.3.1. (H0) : Tidak ada Hubungan Pengetahuan Ibu
terhadap Pemilihan Alat Permainan untuk Stimulasi Tumbuh Kembang pada Anak Usia
1-3 Tahun di PAUD Basoka Sukarame
Palembang
(Ha): Ada Hubungan
Pengetahuan Ibu terhadap Pemilihan Alat Permainan untuk Stimulasi Tumbuh
Kembang pada Anak Usia 1-3 Tahun di PAUD Basoka
Sukarame Palembang
3.3.2. (H0) :
Tidak ada Hubungan Sikap Ibu terhadap Pemilihan Alat Permainan untuk Stimulasi
Tumbuh Kembang pada Anak Usia 1-3 Tahun di PAUD Basoka Sukarame Palembang
(Ha) :
Ada Hubungan Sikap Ibu terhadap Pemilihan Alat Permainan untuk Stimulasi Tumbuh
Kembang pada Anak Usia 1-3 Tahun di PAUD Basoka
Sukarame Palembang
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian survey
analitik, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengungkapkan hubungan korelatif antara dua variabel, dengan pendekatan Cross Sectional yaitu suatu jenis
penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel
independen dan variabel dependen hanya satu kali, pada satu saat (Nursalam,
2008). Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara variabel independen
(pengetahuan dan sikap ibu) dengan variabel dependen (pemilihan alat permainan untuk stimulasi anak usia 1-3
tahun) di PAUD Basoka Sukarame Palembang Tahun 2011.
4.2. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah semua
ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun yang tercatat dalam kelompok bermain di
PAUD Basoka Sukarame Palembang tahun 2011 yang berjumlah 30 orang .
4.3. Sampel Penelitian
Sampel
penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun yang tercatat
dalam kelompok bermain di PAUD Basoka Sukarame Palembang tahun 2011 yang
berjumlah 30 orang. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah total sampling yaitu dengan mengambil
semua jumlah populasi yang ada.
4.4. Lokasi dan Waktu
Penelitian
4.4.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PAUD Basoka Sukarame Palembang
Tahun 2011.
4.4.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret – Juni 2011.
4.5. Etika Penelitian
Dalam
melakukan penelitian, peneliti harus membawa surat
rekomendasi dari institusi dengan cara mengajukan permohonan izin kepada tempat
penelitian yang dituju oleh peneliti. Setelah mendapat persetujuan, barulah
peneliti dapat melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika yang
meliputi :
A.
Informed
Consent
Lembar
persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti. Bila responden
menolak, maka peneliti tidak boleh memaksa dan harus menghormati hak-hak
responden.
B.
Anonymity
(tanpa
nama)
Untuk
menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi
pada lembar tersebut diberikan kode pengganti nama responden.
C. Confidentiality
Kerahasiaan
informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu yang
akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
(Hidayat,
2007)
4.6. Teknik dan Instrumen
Pengumpulan Data
4.6.1. Sumber Data
Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung
dari responden melalui pengisian
kuesioner yang telah disiapkan atau data pribadi dari sampel berupa jawaban
terhadap pertanyaan dalam kuesioner tersebut.
4.6.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan
data dari penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angket yang telah disusun
oleh peneliti.
4.6.3. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen
yang digunakan dalam pengumpulan data berupa
daftar pertanyaan atau kuesioner sebagaimana terlampir. Adapun
pertanyaan yang diajukan meliputi :
A. Data Umum tentang karakteristik dengan
pertanyaan terbuka
mengenai nama ibu, pendidikan, dan umur
anak.
B. Data Khusus
Data khusus terdiri :
1. Variabel Dependen (Pemilihan alat
permainan anak usia 1-3 tahun) menggunakan kuesioner terbuka terdiri dari 3
lembar kertas. Kuesioner tersebut akan diberikan kepada responden berdasarkan
umur anak. Dengan kategori penilaian berdasarkan fungsi alat permainan setiap
usia 1-3 tahun antara lain :
a. Usia 1 tahun
1) Melatih anak untuk dapat mengenal sumber
suara dalam perkembangan sensoriknya (pada usia ini, anak belum tertarik untuk
mencari sumber suara, hanya akan mendengar dan melihat)
2) Melatih kemampuan motorik halus dengan
mainan yang dapat digoyang
3) Melatih perkembangan otak/kecerdasan
dengan mainan yang memiliki warna-warna
yang cerah dari kertas
4) Melatih koordinasi anggota gerak dengan
mainan yang digantung dari kertas
b. Usia 2 tahun
1)
Mencari sumber suara/ mengikuti
sumber suara.
2)
Memperkenalkan sumber suara
3)
Melatih anak melakukan gerakan
mendorong atau menarik
4)
Melatih imajinasi
c. Usia 3 tahun
1)
Menyalurkan emosi/perasaan anak
2)
Mengembangkan keterampilan
berbahasa
3)
Melatih motorik halus dan kasar
4)
Mengembangkan kecerdasan
(memasangkan, menghitung, mengenal, dan membedakan warna)
(Hidayat, 2005)
Setiap
alat permainan yang telah ditulis responden yang memiliki fungsi dari perkembangan sesuai usia
di atas akan diberi nilai 1, jika tidak diberi nilai 0 sehingga nilai maksimal
4 dan minimal 0. Jika memenuhi minimal 3
fungsi atau ≥ median maka pemilihan alat permainan dikatakan tepat. Jika kurang
dari 3 fungsi atau < median maka pemilihan alat permainan tidak tepat.
2. Variabel Independen
a. Pengetahuan Ibu tentang alat permainan
untuk stimulasi tumbuh kembang pada anak usia 1-3 tahun yang terdiri dari 15
pertanyaan tertutup (close ended)
dengan 4 pilihan jawaban (a,b,c,d). Bila jawaban benar maka diberi skor 1 dan
jika jawaban salah maka diberi skor 0.
b. Sikap Ibu tentang alat permainan untuk
stimulasi tumbuh kembang pada anak usia 1-3 tahun yang terdiri dari 15
pertanyaan, 8 pertanyaan positif yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 8, 10, 12
Untuk penilaian pertanyaan
positif:
Sangat Setuju (SS) : diberi nilai 4
Setuju ( S ) :
diberi nilai 3
Tidak Setuju (TS) : diberi nilai 2
Sangat Tidak Setuju (STS) :
diberi nilai 1
Dan 7 pertanyaan bersifat
negatif yaitu nomor 6, 7, 9, 11, 13, 14, 15
Untuk penilaian pertanyaan
negatif :
Sangat Setuju (SS) : diberi nilai 1
Setuju ( S ) :
diberi nilai 2
Tidak Setuju (TS) : diberi nilai 3
Sangat Tidak Setuju (STS) :
diberi nilai 4
4.6.4. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui
apakah alat ukur yang digunakan benar-benar mengukur apa yang diukur
(Notoatmodjo, 2002). Uji validitas penelitian dilakukan untuk kuesioner
pengetahuan dan sikap. Didapatkan hasil dari 20 pertanyaan pengetahuan terhadap
10 responden, ditemukan pertanyaan pengetahuan yang valid hanya 15 dan sisanya
yang tidak valid dibuang atau dihilangkan dari daftar pertanyaan pengetahuan.
Sedangkan sikap ditemukan 14 yang valid dan telah diperbaiki.
4.6.5. Uji Normalitas
Uji
normalitas digunakan untuk mengetahui normal dan tidak normalnya suatu
distribusi data pada suatu penelitian. Uji ini dilakukan pada setiap variabel
dengan menggunakan tes
kolmogorov-smirnov dan didapatkan bahwa setiap variabel yaitu pemilihan alat permainan,
pengetahuan dan sikap masing-masing pada significant
0,00, 0,03, dan 0,08 yang berarti data tidak normal. pada hasil ukur
menggunakan median sebagai patokan suatu penelitian.
4.7. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan salah satu
rangkaian kegiatan setelah kegiatan pengumpulan data. Pada penelitian dengan
pendekatan kuantitatif, kita kenal cara mengolah data yaitu empat langkah
sebagai berikut (Hastono, 2001) :
4.7.1.
Editing (Pengeditan)
Merupakan
kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir pertanyaan atau kuesioner,
apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah :
A.
Lengkap : semua
pertanyaan sudah terisi jawabannya
B.
Jelas : jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup
jelas terbaca
C.
Relevan : pertanyaan yang tertulis apakah relevan dengan
jawabannya
D.
Konsisten : apakah
antara beberapa pertanyaan yang berkaitan
isi jawabannya
konsisten.
4.7.2.
Coding (Pengkodean)
Merupakan
kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan.
4.7.3.
Processing
(Pemrosesan/Pengolahan
Data)
Merupakan
kegiatan memasukan atau meng-entry data
dari kuesioner ke paket program komputer.
4.7.4.
Cleaning
(Pembersihan
Data)
Merupakan
kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Pemprosesan data dilakukan
dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke paket program
komputer.
4.8. Analisa Data
4.8.1. Analisis
Univariat
Analisis
univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari setiap variabel
penelitian. Penelitian ini meliputi
variabel dependen (Pemilihan Alat Permainan Anak Usia 1-3 Tahun) dan variabel
independen (Pengetahuan dan Sikap Ibu)
(Notoatmodjo, 2010).
4.8.2. Analisis
Bivariat
Analisis
Bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen
(Pengetahuan dan Sikap
Ibu) dengan variabel dependen (Alat Permainan Anak Usia 1-3 Tahun). Analisa
statistik bivariat pada penelitian ini menggunakan uji X2 atau uji
Kai Kuadrat (Chi Square Test) dengan Confidence
Interval (CI) 95%.
Keputusan yang diambil dari uji Chi - Square adalah:
a.
Bila
p value < 0,05 H0 (Hipotesis Nol) ditolak, berarti ada hubungan bermakna
(signifikan) secara statistik antara variabel dependen dengan variabel
independen.
b.
Bila
p value > 0,05 H0 (Hipotesis Nol) gagal ditolak, berarti tidak ada
hubungan bermakna (signifikan) secara statistik antara variabel dependen dengan independen.
(Hastono, 2001).
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran umum PAUD Basoka Sukarame
Palembang yang beralamat di Jalan Sukawinantan Rt. 54 Kecamatan Sukarame
Palembang. PAUD Basoka merupakan salah satu PAUD yang masih aktif di Kecamatan
Sukarame yang sudah berdiri sejak tahun 2007 dan telah mendapatkan izin pada
tanggal 4 April 2007. Adapun struktur Organisasi dari PAUD Basoka sendiri
adalah sebagai berikut :
STRUKTUR ORGANISASI
|
|||
Selain itu PAID Basoka juga merupakan
salah satu PAUD yang cukup berprestasi. Hal ini dibuktikan dengan beberapa
penghargaan yang pernah diraih oleh para anak didik di PAUD pada tahun
2010/2011, antara lain :
1.
Juara
I Lomba Mewarnai Dalam Rangka HUT Palembang POS
2.
Juara
I Lomba Mewarnai Dalam Rangka Hari Bumi
3.
Juara
I Lomba Mewarnai Dalam Rangka Hari Pendidikan Anak Nasional
5.2. Sarana PAUD Basoka Sukarame Palembang
PAUD Basoka terdiri dari dua kelas
yaitu kelas A untuk usia anak 1-3 tahun yang saat ini berjumlah 30 orang anak
dan kelas B yaitu untuk usia 4-6 tahun yang saat ini berjumlah 24 orang anak. Kemudian satu
ruangan pendidik, berbagai alat permainan seperti perosotan, mandi bola,
ayunan, dan lain sebagainya yang digunakan untuk media pembelajaran anak.
5.3. Visi dan Misi
5.3.1 Visi
Menghasilkan Lulusan yang Sehat, Cerdas, Ceria dan
Berakhlak Terpuji
5.3.2. Misi
5.3.2.1 Melatih kecerdasan anak
didik, sehingga mampu mengembangkan potensi dirinya.
5.3.2.2. Memiliki keterampilan yang berpotensi untuk kecakapan hidupnya
kelak
5.3.2.3. Mendidik anak didik menjadi anak yang sehat jasmani, rohani,
berbudi dan berakhlak mulia serta iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5.4. Analisa Univariat
5.4.1. Pemilihan Alat Permainan
Diagram Lingkar 5.1.
Distribusi Frekuensi
Pemilihan Alat Permainan
Di PAUD Basoka Sukarame
Palembang Tahun 2011
Berdasarkan
diagram 5.1.didapatkan data bahwa sebagian besar responden (56,7%) sudah tepat
dalam pemilihan alat permainan untuk anak sedangkan sisanya (43,3%) tidak
tepat.
5.4.2. Pengetahuan Ibu
Diagram Lingkar 5.2.
Distribusi Frekuensi
Pengetahuan Ibu tentang Pemilihan
Alat Permainan Di PAUD
Basoka Sukarame Palembang Tahun 2011
Berdasarkan diagram lingkaran 5.2.
didapatkan data bahwa responden yang
berpengetahuan baik (53,3%) lebih besar dibandingkan dengan responden yang
berpengetahuan kurang (46,7%).
5.4.3. Sikap Ibu
Tabel 5.1.
Distribusi Frekuensi Sikap
Ibu tentang Pemilihan Alat Permainan
Di PAUD Basoka Sukarame
Palembang Tahun 2011
Sikap
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
Positif
|
15
|
50,0
|
Negatif
|
15
|
50,0
|
Berdasarkan tabel 5.1. di atas
menunjukkan bahwa persentase antara sikap positif dan negatif yang dimiliki
responden adalah sama yaitu masing-masing sebesar 50,0% sehingga tidak ada yang
menunjukkan sikap yang dominan lebih besar atau lebih kecil.
5.5. Analisa Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan dengan
tabulasi silang (Crosstab) dan Uji Chi Square untuk menemukan bentuk
hubungan statistik antara variabel independen (Pengetahuan Ibu dan Sikap Ibu)
dengan variabel dependen (Pemilihan alat Permainan).
Hasil analisis bivariat ini menemukan
hubungan masing-masing variabel independen dengan variabel dependen.
5.5.1. Hubungan
Pengetahuan Ibu Terhadap Pemilihan Alat Permainan
Tabel 5.2.
Distribusi Pengetahuan Ibu
Terhadap Pemilihan Alat Permainan
Di PAUD Basoka Sukarame
Palembang Tahun 2011
Pengetahuan
|
Pemilihan Alat
Permainan
|
Total
|
p value
|
||||
Tepat
|
Tidak Tepat
|
||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
N
|
%
|
|
|
Baik
Kurang
|
10
7
|
62,5
50,0
|
6
7
|
37,5
50,0
|
16
14
|
100
100
|
0,011
|
Total
|
17
|
56,7
|
13
|
43,3
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan tabel 5.2. di atas
menunjukkan hasil analisis proporsi antara pengetahuan dengan pemilihan alat
permainan diperoleh bahwa ibu yang tepat
dalam memilih alat permainan anak dengan pengetahuan baik lebih besar (62,5%)
dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan kurang sebesar (50,0%)
Dari hasil uji statistik dengan
menggunakan Uji Chi -Square diperoleh
p value (0,011) < α (0,05). Hal
ini berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan ibu
dengan pemilihan alat permainan anak usia 1-3 tahun.
5.5.2. Hubungan Sikap Ibu
Terhadap Pemilihan Alat Permainan
Tabel 5.3.
Distribusi Sikap Ibu
Terhadap Pemilihan Alat Permainan
Di PAUD Basoka Sukarame
Palembang Tahun 2011
Sikap
|
Pemilihan Alat
Permainan
|
Total
|
p value
|
||||
Tepat
|
Tidak Tepat
|
||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
N
|
%
|
|
|
Positif
Negatif
|
9
8
|
60,0
53,3
|
6
7
|
40,0
46,7
|
15
15
|
100
100
|
0,045
|
Total
|
17
|
56,7
|
13
|
43,3
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan tabel 5.3. di atas
menunjukkan hasil analisis proporsi antara sikap dengan pemilihan alat
permainan diperoleh bahwa sebagian besar ibu yang tepat dalam memilih alat
permainan anak mempunyai sikap positif (60,0%) sedangkan selebihnya memiliki sikap negatif sebesar
(53,3%).
Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Chi- Square diperoleh p value (0,045) < α (0,05). Hal ini
berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik antara sikap ibu dengan
pemilihan alat permainan anak usia 1-3 tahun.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1
Keterbatasan Penelitian
Peneliti masih mengalami keterbatasan
dalam hal jumlah
sampel penelitian yang masih sedikit untuk memperoleh hasil analisis yang lebih
akurat dan lebih baik.
6.2 Pembahasan Hasil
Penelitian
6.2.1. Anaisis Univariat
6.2.1.1.
Pemilihan Alat Permainan
Dari hasil penelitian dapat digambarkan
bahwa sebagian besar Ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun yang mengikuti
pendidikan di PAUD Basoka Sukarame Palembang sudah tepat (56,7%) dalam memilih
alat permainan. Hal ini dikarenakan mayoritas responden memiliki latar belakang
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Menurut Kurt Lewin yang dikutip oleh
Notoatmodjo (2003), pendidikan formal yang diterima seseorang akan mempengaruhi
tindakan dalam melaksanakan suatu kegiatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang
akan semakin tinggi pula kemampuan untuk menyerap dan menerima informasi
sehingga pengetahuan dan wawasan lebih luas dan akan mempengaruhi pula perilaku
seseorang yang dapat dilihat dari sikapnya. Dalam hal ini pemilihan alat permainan merupakan
suatu tindakan yaitu memilih sehingga diperlukan informasi yang lebih banyak
tentang alat permainan untuk dapat melakukan tindakan pemilihan yang tepat
untuk anak.
Alat permainan merupakan salah satu
alat untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak (Soetjiningsih, 2006).
Anak memerlukan alat permainan yang bervariasi agar tidak cepat bosan. Alat
permainan tidak harus didapat dengan cara membeli tetapi bisa dengan cara
membuat sendiri (Musbikin, 2010). Dalam memilih alat mainan untuk anak tidak
boleh dilakukan secara sembarangan melainkan harus tepat guna dan sasaran
(Mahmud, 2010). Hal ini didukung oleh teori Ismail (2009) bahwa dalam memilih
alat permainan untuk anak dibutuhkan ketelitian dan pengetahuan yang harus
disesuaikan dengan usia tumbuh kembang sehingga pertumbuhan dan perkembangan
pada anak menjadi optimal .
Selain memberikan alat pemainan yang
tepat, kebutuhan lain yang tidak kalah penting adalah kehadiran orang tua,
terutama ibu, untuk menemani anak dalam bermain. Hal ini dilakukan agar pesan
edukatif dan manfaat yang diterima oleh anak dapat tersampaikan secara maksimal
melalui bantuan arahan dari orang tua (Dewi, 2010). Menurut pendapat Fajriananda (2008) bahwa anak
akan dapat bermain dengan manfaat yang besar apabila orang dewasa yang ada disekitar
anak juga mengetahui sisi kegunaan mainan tersebut. Namun kenyatannya, sebagian
besar responden masih membiarkan anaknya untuk bermain sendiri dengan alat
mainan yang diberikan tanpa menemani anak bermain.
6.2.1.2.
Pengetahuan Ibu Tentang Pemilihan Alat Permainan
Dari hasil penelitian dapat
digambarkan bahwa sebagian besar Ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun yang
mengikuti pendidikan di PAUD Basoka Sukarame Palembang sudah mempunyai
pengetahuan yang baik (53,3%) dalam memilih alat permainan yang sesuai untuk
anak. Hal ini dikarenakan mayoritas responden memiliki latarbelakang pendidikan
Sekolah Menengah Atas (SMA).
Penelitian ini sejalan dengan pendapat Mahyub (2010)
yang mengatakan bahwa pendidikan seseorang juga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan
yang dimiliki. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal
yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Peningkatan pengetahuan seseorang
dapat diperoleh dari hasil pengalaman mendengar, melihat informasi yang
memberikan hasil tertentu. Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007)
bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui melihat, mendengar, selain itu juga
dapat diperoleh melalui pengalaman dan proses pendidikan baik yang bersifat
formal dan informal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua
aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan
menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang
diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori Ronald (2010) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
dalam pemilihan alat permainan adalah pengetahuan. Dalam memilih alat permainan
tidak terlepas kaitannya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua,
terutama ibu, yang menjadi orang terdekat dan pendidik pertama di dalam
lingkungan keluarga. Hal ini menjadi penting karena idealnya, jika pengetahuan
terhadap alat permainan baik maka dalam memilih, tidak akan sembarangan
melainkan akan lebih selektif, baik dilihat dari segi keamanan benda/alat
bermain, bentuk yang dapat merangsang perkembangan, warna, dan manfaatnya.
Begitu juga sebaliknya jika pengetahuan terhadap alat permainan kurang maka
dalam pemilihannya pun tidak terlalu selektif sehingga pertumbuhan dan
perkembangan anak menjadi tidak optimal.
6.2.1.3.
Sikap Ibu Tentang Pemilihan Alat Permainan
Dari hasil penelitian dapat
digambarkan bahwa frekuensi antara sikap positif dan negatif adalah sama yaitu
masing-masing (50,0%). Hal ini menunjukkan bahwa sikap seseorang yang dimiliki
tidak selalu ditentukan dari tingkat pengetahuan saja, artinya jika
pengetahuannya baik belum tentu mencerminkan sikap yang baik atau positif pula
melainkan banyak faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya sikap.
Menurut Azwar (2005) bahwa terbentuknya
sikap dapat dipengaruhi oleh faktor pengalaman pribadi, orang lain yang
dianggap penting, media massa, pengaruh kebudayaan, pengaruh emosional.
Sehingga dalam proses terbentuknya pun tidak selalu dilihat dari tingkat
pengetahuan karena sikap merupakan suatu respon yang bersifat tertutup yang
akan memberikan pengaruh terhadap tindakan selanjutnya. Hal ini sejalan dengan
teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo yang menyatakan bahwa sikap merupakan
reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus
atau objek dan menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek.
(Notoatmodjo, 2005)
Dalam proses pembentukan sikap, tidak
selalu harus menghasilkan respon yang positif karena hal itu tergantung dari
bagaimana seseorang tersebut menerima dan menyadari akan informasi yang didapat
secara positif atau negatif (Azwar, 2005). Salah satunya karena seseorang
tersebut memiliki sikap pada tingkatan menerima (Receiving), Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Tetapi belum mau merespon dan
bertanggung jawab serta melakukan anjuran yang diberikan.
Karena sikap masih merupakan reaksi
yang tertutup sehingga dalam tindakannya pun (pemilihan alat permainan) tidak selalu
dapat diukur dengan pengetahuan yang baik pula. Beberapa responden juga mengaku
bahwa informasi yang didapatkan tentang alat permainan anak sebagian besar dari
teman, tetangga, dan media elektronik sehingga walaupun pengetahuan rendah
tetapi tidak menutup kemungkinan untuk mempunyai sikap positif untuk lebih
selektif dan mampu memilih alat permainan yang tepat bagi anak.
Pendapat ini tidak sejalan dengan
pendapat Rekawati (2002) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan dasar seseorang
untuk bersikap. Sebagian besar pengetahuan responden baik sehingga sangat
mendukung responden untuk bersikap positif terhadap perilaku dalam memilih alat permainan yang diharapkan.
6.2.2. Analisis Bivariat
6.2.2.1. Pengetahuan Ibu Terhadap
Pemilihan Alat Permainan Di PAUD Basoka
Sukarame Palembang Tahun 2011
Dari hasil analisis proporsi
didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan
ibu dengan pemilihan alat permainan.
Pengetahuan yang dimiliki oleh ibu merupakan hasil ”tahu” dan ini terjadi
setelah mengadakan penginderaan terhadap informasi yang didapat mengenai alat
permainan melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa. Kemudian
informasi tersebut akan direspon yang dapat menimbulkan suatu ketertarikan atau
penolakan terhadap suatu informasi yang diterima. Sehingga akan mempengaruhi
ibu dalam melakukan tindakan yaitu dalam memilih alat permainan untuk anak. Oleh karena itu dengan
pengetahuan yang baik, diharapkan dapat timbul respon yang positif sehingga
dalam pemilihan alat permainan anak, ibu dapat melakukannya dengan tepat untuk
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usia.
Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip
oleh Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui melihat,
mendengar, selain itu juga dapat diperoleh melalui pengalaman dan proses
pendidikan baik yang bersifat formal dan informal. Pengetahuan seseorang
tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif.
Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif
dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap
objek tertentu yang akan mempengaruhi perilaku.
Tingkat pengetahuan ini juga didukung
dari tingkat pendidikan responden yang menunjukkan sebagian besar adalah
Sekolah Menengah Atas (SMA) dan hal ini juga mungkin dikarenakan semakin
banyaknya media elektronik yang memberikan informasi tentang alat permainan.
Menurut Notoatmodjo (2003), Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk
memahami sesuatu, juga mempengaruhi sikap dan tindakan dalam melaksanakan
kegiatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin besar kemampuannya
untuk menyerap dan menerima informasi sehingga pengetahuan dan wawasan lebih
luas.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori Ronald (2010) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
dalam pemilihan alat permainan adalah pengetahuan. Dalam memilih alat permainan
tidak terlepas kaitannya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua,
terutama ibu, yang menjadi orang terdekat dan pendidik pertama di dalam
lingkungan keluarga. Hal ini menjadi penting karena idealnya, jika pengetahuan
terhadap alat permainan baik maka dalam memilih, tidak akan sembarangan
melainkan akan lebih selektif, baik dilihat dari segi keamanan benda/alat
bermain, bentuk yang dapat merangsang perkembangan, warna, dan manfaatnya.
Begitu juga sebaliknya jika pengetahuan terhadap alat permainan kurang maka
dalam pemilihannya pun tidak terlalu selektif sehingga pertumbuhan dan
perkembangan anak menjadi tidak optimal.
Hasil diatas sejalan dengan yang
dikemukakan Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan
sangat erat sekali hubungannya dengan perilaku, karena segala sesuatu yang
didapat melalui proses penginderaan dapat diapresiasikan kedalam tindakan.
Dari hasil penelitian menyatakan
bahwa sebagian besar responden yang tepat dalam memilih alat permainan dengan
pengetahuan yang baik sebesar 52,5%. Penelitian terkait yang dilakukan
Prasetyaningrum (2009) tentang pemilihan alat permainan diperoleh sebesar 70%
sudah tepat dalam memilih alat permainan dengan pengetahuan yang baik.
penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan pengetahuan ibu dengan pemilihan
alat permainan anak dengan p value 0,001.
Hal ini dikarenakan sebagian besar ibu sudah mendapat pengetahuan mengenai alat
permainan melalui penyuluhan yang sering dilakukan oleh pihak PAUD.
Selain itu penelitian yang dilakukan
Dewi (2008) mengatakan bahwa ada hubungan pengetahuan ibu tentang pemilihan alat
permainan edukatif dengan tingkat perkembangan motorik halus pada anak dengan p
value 0,01. Menurut pendapat Musbikin
(2010), Alat permainan dikatakan tepat jika mengandung unsur edukatif di
dalamnya dan sesuai dengan usia tumbuh kembangnya. Alat permainan mempunyai
peranan penting sebagai stimulus dalam
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Hasil penelitian Hurlock
(1999) dalam Suyadi (2009), mengatakan bahwa alat permainan yang diberikan saat
bermain dapat merangsang perkembangan yang utuh baik secara kognitif, motorik,
intelektual, sosial, moral, dan emosional.
Penelitian lain yang sejalan
dikemukakan Wardani (2009) yang mengatakan ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang
stimulasi perkembangan pada alat permainan anak dengan perkembangan anak. Salah
satu proses perkembangan anak adalah perkembangan anak karena merupakan awal
dari kecerdasan dan emosi sosialnya. Tumbuh kembang anak terdiri dari beberapa
tahapan dimana setiap tahapan mempunyai ciri tersendiri salah satunya adalah
usia prasekolah. Peran seorang ibu khususnya sangat penting dalam menentukan
perkembangan anak, sehingga ibu harus memiliki pengetahuan tentang stimulasi
perkembangan anak.
Pemilihan alat permainan bagi anak merupakan
hal yang penting sebagai stimulasi awal untuk tumbuh kembangnya. Dengan adanya
pengetahuan atau informasi diharapkan kepada para ibu dapat lebih selektif
dalam memilih alat permainan yang tepat bagi anak.
Pengetahuan terhadap pemilihan alat
permainan juga tidak hanya dimiliki oleh orang tua melainkan juga harus
dimiliki oleh guru-guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Karena pendidikan non
formal juga harus mendapatkan informasi yang tepat tentang penggunaan alat
permainan yang merupakan hal yang paling penting dalam kegiatan belajar-mengajar
di PAUD.
Berdasarkan Angka Partisipasi Kasar
(APK) PAUD tahun 2010 mencapai angka 53,9% dari 29,8 juta anak sudah
mendapatkan pendidikan awal bagi anaknya melalui PAUD (Ronald, 2010). Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua masih mengandalkan PAUD sebagai
salah satu tempat belajar anak untuk usia dini. Sedangkan proses belajar anak
bukan hanya di PAUD melainkan di rumah sendiri dan hal ini akan terjadi setelah
mengikuti kegiatan di PAUD. Karena orang tua adalah guru pertama bagi anak-anak
di keluarga, maka guru PAUD adalah pendidik kedua setelah orang tua kandung.
Baik guru pertama dan kedua mempunyai peranan penting dalam optimalisasi
perkembangan anak. Oleh karena itu diantara keduanya harus mempunyai persepsi
yang sama, terutama dalam hal bermain karena masih banyak persepsi orang tua
yang menganggap bermain dengan sebelah mata.
Standar PAUD yang efektif adalah yang
menjadikan kegiatan bermain sebagai basis belajar-mengajar (Suyadi, 2009). Oleh
karena itu guru PAUD harus mempunyai kompetensi bermain yang memadai.
Kompetensi tersebut dikenal dengan istilah “ 3-ber“ yaitu bermain, bernyanyi,
dan bercerita (Sarbiran, 2009). Kompetensi “3-ber” tersebut hampir tidak
dimiliki oleh orang tua. Oleh karena itu guru PAUD lah yang harus melengkapi
kekurangan dari orang tua. Walaupun demikian masih banyak guru-guru yang
memiliki kemampuan terbatas meskipun mereka bisa bermain, bernyanyi dan
bercerita tetapi koleksi jenis permainan, lagu-lagu, dan cerita masih terbatas
sehingga hanya mengulang-ulang permainan yang menyebabkan anak menjadi bosan.
Di PAUD Basoka Sukarame Palembang pemberian informasi
mengenai stimulasi anak masih dilakukan walaupun masih sangat jarang sekali
terutama untuk alat permainan anak. Hal ini dikarenakan masih kurangnya
kemampuan pendidik PAUD yang masih sedikit mempunyai kompetensi 3-ber dan
pengetahuan yang lebih luas tentang alat permainan.
6.2.2.2 Sikap Ibu Terhadap Pemilihan Alat Permainan
Di PAUD Basoka Sukarame Palembang Tahun 2011
Dari hasil analisis proporsi
didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara sikap
dengan pemilihan alat permainan. Sikap yang dimiliki oleh ibu akan mempengaruhi
bagaimana perilakunya dalam memilih alat permainan anak. Hal ini tidak terlepas kaitannya
dengan pengetahuan yang dimiliki oleh ibu karena pengetahuan merupakan dasar
seseorang untuk bersikap (Rekawati, 2002).
Dari
pengetahuan yang berisi informasi tersebut, akan direspon oleh sikap. Untuk
terbentuknya suatu perilaku, sikap dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti
lingkungan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa dan lain
sebagainya. Semakin banyak pengetahuan yang baik diterima oleh ibu tentang alat
permainan anak usia 1-3 tahun maka cenderung menimbulkan sikap yang positif.
Oleh karena itu, dengan didukung faktor-faktor lain yang mempengaruhi sikap
tersebut, diharapkan timbul perilaku/tindakan yang baik pula dari ibu dalam
memilih alat permainan yaitu lebih selektif dan tidak sembarangan dalam memilih
alat permainan, sehingga stimulasi yang diberikan melalui alat permainan yang
tepat dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal.
Pada dasarnya sikap tidak bisa terbentuk
sendiri karena banyak faktor yang mempengaruhi yang akan menentukan perilaku. Sebelum timbul perilaku di dalam
diri seseorang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni dari informasi yang
diketahui, kemudian akan timbul rasa ketertarikan sehingga mulai menyadari dan
mendalami informasi tersebut. Setelah itu informasi yang diterima akan
ditimbang melalui respon yang berupa sikap terdiri dari aspek positif dan
negatif. Tahap akhir dari proses ini akan menimbulkan suatu perilaku yang
didasari atas sikap yang terbentuk (Azwar, 2005).
Pendapat
Rekawati (2002) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan dasar seseorang untuk
bersikap. Sebagian besar pengetahuan responden baik sehingga sangat mendukung
untuk bersikap positif terhadap perilaku dalam memilih alat permainan yang
tepat.
Pada
penelitian selanjutnya, Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),
menyimpulkan bahwa perilaku yang melalui proses seperti diatas dan didasari
oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng (long lasting) namun
sebaliknya jika perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran,
maka perilaku tersebut bersifat sementara atau tidak akan berlangsung lama.
Hal ini berkaitan dan sesuai dengan
pendapat Notoamodjo (2003) dan Walgito (1992). Notoatmodjo mengemukakan bahwa
sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang baik atau buruk terhadap
suatu objek. Lebih jelasnya bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek
dilingkungan tertentu sebagai suatu pengetahuan objek. Jadi dengan adanya sikap
buruk maka ada reaksi yang buruk pula terhadap objek.
Walgito mengatakan sikap merupakan
hal yang penting karena memiliki konsep dasar tertentu yang dipilih dan akan
mempengaruhi dalam tindakan. Apabila individu memiliki sikap yang positif
terhadap stimulus atau objek kesehatan maka ia akan mempunyai sikap yang
menunjukkan atau memperlihakan, menerima, mengakui, menyetujui serta
melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu tersebut berada,
sebaliknya bila ia memilki sikap yang negatif , maka akan memiliki sikap yang
menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku
dimana individu tersebut berada.
Hal ini juga sejalan dengan
penelitian Prasetyaningrum (2009) tentang pemilihan alat permainan yang
mengatakan bahwa ada hubungan sikap ibu dengan pemilihan alat permainan anak
dengan p value 0,01. Hasil penelitian
ini sesuai dengan teori Ronald (2010) yang mengatakan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi dalam pemilihan alat permainan adalah sikap.
Sikap juga mempengaruhi dalam
pemilihan alat permainan. Seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik
terhadap alat permainan belum tentu akan mencerminkan sikap yang baik pula.
Oleh karena itu dalam melakukan pemilihan alat permainan dibutuhkan
keseimbangan antara pengetahuan yang dimiliki dengan sikap.
Selain itu penelitian yang dilakukan
Rossita (2009) mengatakan bahwa ada hubungan antara sikap dan keaktifan ibu
dengan pemberian stimulasi yang tepat melalui alat permainan pada anak. Berbagai
data dan penelitian menyatakan bahwa bermain dengan menggunakan alat bantu 70%
lebih efektif dibandingkan dengan tidak menggunakan alat bantu untuk
perkembangan otak anak di 3 tahun pertama usianya (Bermain Stimulus, 2010).
Hasil penelitian Hurlock (1999) dalam
Suyadi (2009), mengatakan bahwa alat permainan yang diberikan saat bermain
dapat merangsang perkembangan yang utuh baik secara kognitif, motorik,
intelektual, sosial, moral, dan emosional. Menurut Suherman (2010), Penggunaan
alat bantu dalam kegiatan bermain pada usia 1-3 tahun dapat menjadi stimulus
yang sangat diperlukan untuk merangsang
perkembangan kognitif, motorik, kecerdasan, bahasa, dan adaptasi sosial. Alat
permainan mempunyai peranan penting sebagai stimulus dalam mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Sikap yang dimilki oleh orang tua
sebaiknya diiringi dengan pengetahuan yang baik terhadap alat permainan anak
sehingga dalam pemilihannya pun tepat sesuai dengan usia dan pertumbuhan serta
perkembangan anak pun menjadi optimal. Sebagian besar responden berpendapat
bahwa untuk memiliki alat permainan hanya bisa di dapat dengan cara membeli.
Padahal alat permainan didapat tidak harus dengan dibeli tetapi dapat dengan
membuat sendiri.
.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun di PAUD Basoka Sukarame
Palembang dapat disimpulkan sebagai berikut :
7.1.1. Sebagian besar ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun di PAUD
Basoka sudah dapat melakukan pemilihan dengan tepat terhadap alat permainan
untuk anak usia 1-3 tahun yaitu sebesar 56,7%.
7.1.2. Pengetahuan yang dimilki oleh ibu yang memiliki anak usia 1-3
tahun di PAUD Basoka terhadap pemilihan alat permainan sudah baik sebesar
53,3%.
7.1.3. Sikap yang dimiliki oleh ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun di
PAUD Basoka tidak berbeda antara sikap positif dan negatif dengan masing-masing
persentase sebesar 50%.
7.1.4. Pengetahuan dan sikap mempunyai hubungan yang bermakna terhadap
pemilihan alat permainan anak untuk usia 1-3 tahun dengan Confidence Interval (CI 95%).
7.1.5. Dalam pemilihan alat permainan diperlukan peningkatan pengetahuan dan dukungan sikap
yang positif dari orang tua sehingga pemilihan alat permainan anak usia 1-3
tahun dapat dilakukan dengan tepat untuk
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usia.
7.2 Saran
7.2.1
Bagi Orang Tua
Diharapkan kepada para orang tua untuk lebih meningkatkan pengetahuan
dengan mencari informasi tentang jenis permainan. Selain itu orang tua
hendaknya juga aktif dan selektif dalam memberikan alat mainan yang sesuai
dengan usia anak untuk perkembangan yang optimal.
7.2.2
Bagi
PAUD Basoka Sukarame Palembang
Diharapkan bagi
institusi pendidikan khususnya
para pendidik PAUD untuk lebih aktif mensosialisasikan program-program bermainnya
dengan menggunakan alat permainan untuk anak didik kepada orang tua anak. Dan
untuk Pendidik diharapkan agar dapat meningkatkan kemampuannya dalam
belajar-mengajar dengan memenuhi kompetensi “3-ber" (Belajar, Bermain, dan
Bernyanyi).
7.2.3. Bagi Peneliti Yang Akan Datang
peneliti menyarankan agar peneliti
yang akan datang yang ingin melakukan penelitian serupa diharapkan lebih
mengembangkan variabel independen dan variabel dependen serta menyempurnakan
penelitian ini terutama dalam desain penelitian yang akan digunakan dengan
sampel yang lebih besar sehingga didapatkan hasil penelitian yang lebih valid.
DAFTAR REFERENSI
Adelar, D. (2010). Pentingnya Sikap dalam Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak Balita. Yogyakarta: Delta Books
Anwar, M. (2003). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta : Salemba Medika
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Azwar, J. (2005). Teori Sikap Mempengaruhi Perilaku.
Jakarta : Teniko Studi
Bermain Stimulus Ampuh Latih
Kecerdasan. 27 Agustus
2010. http://www. bermain-stimulus-ampuh-latih-kecerdasan-serta-kreativitas-anak.html
Dewi, E. (2010). Stimulasi Optimal Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak Balita. Yogyakarta: Delta Books
Hastono, S. (2001). Analisis Data. Jakarta : FKM Universitas Indonesia
Hidayat,
A. (2005). Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta
: Salemba Medika
. (2007). Pengantar
Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika
. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan
Ilmiah. Surabaya: Salemba Medika
. (2009). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Ismail, A.
(2009). Education Games. Yogyakarta:
Pro-U Media
Mahmud.
(2010). Bermain Cerdaskan Emosi Anak.
Jakarta : Salemba Medika
Mahyub, M. (2010). Pengaruh Pendidikan Dan Pengetahuan. 2
Juli 2011. http://www.pengaruh-pendidikan-pengetahuan/penelitian/25/11/-//ed.1/html.
Musbikin,
I. (2010). Buku Pintar Paud. Jakarta: Laksana
Narendra, F. (2002). Stimulasi Tumbuh Kembang Balita.
Jakarta: X-Widya Dharma
Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta : Rineka Cipta
. (2007). Konsep Perilaku Kesehatan Dan Promosi Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Rineka Cipta
. (2010). Metodelogi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
. (2010). Konsep Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan. Surabaya : Salemba Medika
Prakoso. (2009). Stimulasi Anak Usia Dini (Panduan Praktis
Bagi Ibu dan Calon Ibu). Bandung : Alfabeta
Prasetyaningrum, T. (2009).
Peran Orang Tua Dalam Meningkatkan Kualitas
Hidup Anak. Jakarta: Yrama Widya
Rekawati, D. (2002). Teori Sikap Mempengaruhi Perilaku. 02
Juli 2011. http://www.teori-sikap-mempengaruhi-perilaku/2/33/.html.
Ronald. (2010). Pola Asuh dan Peran Orang Tua bagi Anak.
Jakarta : Rineka Cipta
. (2006). Peran Orang Tua Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup,
Mendidik, dan Mengembangkan Moral Anak. Bandung : Yrama Widya
Rossita, K. (2009). Penelitian Sikap dan Keaktifan Ibu dalam
Stimulasi anak dengan Alat Permainan. 03 Juli 2011. http://www.penelitian-sikap-keaktifan-ibu-dalam-stimulasi-anak-dengan-alat-permainan-02234//ed.2//.html.
Sriamin.
(2006). Memahami Bermain dan Permainan
Anak. Jakarta: Puskindo
Sriamin. (2006). Indonesia Urutan Terendah. 30 Juni 2006.
http:/www.Indonesia-Urutan-Terendah-dalam-Riset-Kemampuan-Fisik-dan-Bermain-Anak.html
Soekresno . (2007). Alat Permainan Edukatif Eds.2. Surabaya : Red Bird
Soetjiningsih. (2006). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
Sudono. (2009). Permainan anak yang Mencerdaskan. Jakarta : Medika cakra
Suherman, S. (2010). Instrumen Anak Pengembang Kreativitas.
Jakarta : Salemba Medika
Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Surjadi, G. (2005). Stimulasi Untuk Perkembangan Anak Usia Dini.
Jakarta: Wing Life
Suyadi. (2009). Permainan Edukatif Yang Mencerdaskan.
Yogyakarta: Power Books (INDINA)
Wardani, S. (2009). Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemilihan Alat
Permainan Anak. )3 Juli 2011. http://www.pengaruh-pengetahuan-terhadap-pemilihan-alat-permainan-penelitian-2315//ed.3//html.
Gan untuk instrumen penelitian buat sikap sma pengetahuan nya pake apa ya? mohon pencerahan nya
BalasHapusmas,., salam sehat,., oh yaa izin kopas yaa soalnya buat referensi skripsi saya yang berjudul,.,."hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemilihan alat permainan untuk usia todler"
BalasHapusasmanurs3.blogspot.com,., jangan lupajalan2.,.di blog atu membahas ilmu kesehatan,., di tunggu di gubuk saya,.,
BalasHapusmas mau tanya untuk memberikan penilaian pada pemilihanan alat permaianan itu ngambil referensinya dari mana makasih
BalasHapusijin kopas jg mas yahh.. buat referensi skripsi sy.
BalasHapus